Menjaga Kesucian Ilmu Agama: Tanggung Jawab Santri dan Umat Islam
Menjaga Kesucian Ilmu Agama: Tanggung Jawab Santri dan Umat Islam
Penulis
Sumarta
(Akang Marta)
Santri dan umat Islam pada umumnya memegang tanggung jawab besar dalam
menjaga kesucian ilmu agama. Ilmu agama bukanlah hal yang bisa dipahami secara
sembarangan atau sekadar menurut pandangan pribadi. Setiap istilah dalam agama,
seperti makruh, harus dipahami dengan benar dan tidak boleh disalahartikan.
Misalnya, makruh bukanlah perbuatan yang sepele atau boleh dilakukan begitu
saja, tetapi sebuah peringatan untuk menghindari sesuatu yang tidak disukai
oleh Allah tanpa sampai dihukumi haram. Pemahaman yang keliru terhadap istilah
seperti ini bisa menyebabkan penyimpangan dalam praktik ibadah dan kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap individu, terutama
santri yang sedang menuntut ilmu, untuk memahami konsep-konsep agama dengan
benar dan tidak sembarangan mengadopsi pandangan yang tidak sesuai dengan
syariat.
Salah satu tantangan besar dalam menjaga kesucian ilmu agama adalah fenomena
tafsir tanpa kitab. Di era modern ini, dengan berkembangnya teknologi
informasi, banyak orang yang merasa bisa memberikan tafsir Al-Qur'an tanpa
merujuk pada kitab-kitab tafsir yang sahih dan tanpa keahlian yang memadai.
Padahal, tafsir Al-Qur'an harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab,
berdasarkan sumber yang jelas dan sanad keilmuan yang sahih. Sebagai contoh,
kitab-kitab tafsir seperti Tafsir Jalalayn, Al-Itqan karya Imam Suyuti, hingga
karya tafsir ulama lokal seperti Faidul Khabir karya Mbah Mun adalah rujukan
yang diakui. Tafsir tanpa referensi yang jelas tidak hanya berisiko
menyesatkan, tetapi juga bisa menggiring umat Islam kepada pemahaman yang salah
terhadap wahyu Allah.
Selain tafsir yang tidak berbasis pada kitab yang sah, tantangan lain yang
muncul adalah kemunculan mubaligh yang lebih fokus pada popularitas daripada
penyampaian pesan agama yang benar. Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena
ceramah yang berorientasi pada hiburan atau pencarian ketenaran semakin marak.
Mubaligh yang seharusnya menjadi panutan dalam masyarakat justru terkadang
lebih memikirkan citra pribadi mereka di media sosial atau di hadapan publik.
Hal ini tentunya merusak kredibilitas dakwah Islam itu sendiri. Sebagai seorang
penyampai pesan agama, mubaligh harus menjaga niat dan integritasnya, sehingga
dakwah yang disampaikan benar-benar sesuai dengan ajaran Islam yang murni, dan
bukan untuk tujuan pribadi atau duniawi.
Penting untuk diingat bahwa ilmu agama dalam tradisi Islam tidak hanya
berfokus pada pengetahuan tentang teks, tetapi juga pada pemahaman konteks dan
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Ulama besar dan santri yang
mempelajari agama dengan sungguh-sungguh selalu merujuk pada kitab-kitab tafsir
yang sahih serta sanad keilmuan yang jelas. Dalam tradisi keilmuan Islam, sanad
atau silsilah keilmuan adalah hal yang sangat penting untuk memastikan bahwa
ilmu yang diterima dan diajarkan benar-benar berasal dari sumber yang sah.
Tanpa sanad yang jelas, ilmu yang disampaikan bisa saja melenceng dari
kebenaran. Oleh karena itu, setiap santri yang ingin menyampaikan ilmu agama
kepada masyarakat harus memastikan bahwa ilmu yang mereka miliki berasal dari
sumber yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
Di tengah tantangan-tantangan tersebut, kita sebagai umat Islam memiliki
kewajiban untuk merawat dan menjaga warisan ilmu agama yang telah diajarkan
oleh para ulama terdahulu. Ini adalah tugas yang tidak mudah, namun sangat
penting untuk memastikan bahwa ilmu agama tetap sakral dan dapat menjadi
petunjuk hidup bagi umat Islam. Menjaga tradisi keilmuan Islam yang sahih dan
autentik adalah salah satu cara untuk menghindari kesesatan dalam memahami
agama. Dalam hal ini, peran santri sangat penting sebagai generasi penerus yang
akan menjaga dan menyebarkan ilmu agama yang benar kepada masyarakat.
Dengan menjaga tradisi keilmuan ini, kita tidak hanya melestarikan warisan
intelektual Islam, tetapi juga memastikan bahwa generasi mendatang dapat menikmati
kedalaman dan keindahan ilmu agama yang autentik. Ilmu agama yang diperoleh
dari sumber yang benar dan melalui proses yang sahih akan memberi manfaat yang
besar bagi kehidupan umat Islam. Oleh karena itu, kita harus terus berusaha
menjaga dan merawat ilmu agama ini dengan sepenuh hati, agar dapat terus
menjadi cahaya bagi kehidupan umat Islam dalam menghadapi berbagai tantangan
zaman. Dalam menjaga kesucian ilmu agama, kita juga menjaga kedamaian,
kesejahteraan, dan kebenaran dalam masyarakat.
Referensi
Al-Suyuti, J. (1999). Al-Itqan fi 'Ulum al-Qur'an. Dar al-Maktab
al-Islami.
Zubair, M. (2012). Faidul Khabir: Tafsir ala Mbah Mun. Pustaka
al-Kautsar.
Nasution, H. (2015). Islam dan Tantangan Dakwah di Era Digital. Mizan.