Menolak Amplop: Kisah Inspiratif dari Birokrasi
Menolak Amplop: Kisah Inspiratif dari Birokrasi
Kontributor
Sumarta
(Akang Marta)
Di tengah banyaknya kasus gratifikasi yang terus mencoreng dunia birokrasi,
masih ada individu-individu yang berani berdiri teguh untuk menolak amplop dan
menjadi contoh teladan bagi masyarakat luas. Salah satu kisah inspiratif datang
dari seorang penghulu di Kantor Urusan Agama (KUA) yang pada tahun 2020 dengan
tegas melaporkan sebanyak 80 kali gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). Sebagai seorang pejabat publik yang bertugas mengurus
pernikahan, penghulu ini menghadapi godaan gratifikasi yang datang dalam bentuk
amplop dari keluarga mempelai setelah proses akad nikah. Meskipun tradisi
memberikan amplop setelah acara pernikahan sudah membudaya di masyarakat,
penghulu ini memilih untuk menolak dan melaporkan gratifikasi tersebut, sebuah
tindakan yang sangat jarang dilakukan dalam praktik birokrasi sehari-hari.
Keputusan untuk menolak amplop ini bukan hanya mencerminkan integritas
pribadi, tetapi juga merupakan langkah berani yang menginspirasi banyak pihak,
termasuk pejabat lain di lingkungan pemerintah. Tindakan seperti ini
menunjukkan bahwa perubahan dalam dunia birokrasi bukanlah hal yang mustahil,
meskipun sistem yang ada sudah lama dibangun dengan norma-norma yang telah
membudaya. Keberanian penghulu ini tidak hanya menghentikan praktik gratifikasi
yang merusak, tetapi juga memberikan pesan penting tentang pentingnya menjaga
integritas di tengah tekanan budaya yang ada. Dengan adanya tindakan nyata ini,
diharapkan akan lebih banyak pejabat publik yang mengikuti jejaknya untuk
menanggalkan kebiasaan buruk dan menerapkan prinsip-prinsip transparansi dan
kejujuran dalam setiap langkah yang mereka ambil.
Kisah inspiratif penghulu ini sejalan dengan semangat yang dibawa oleh
Nasaruddin Umar, Menteri Agama, yang juga berkomitmen untuk menciptakan
lingkungan pemerintahan yang bersih dan berintegritas. Seperti yang telah
diungkapkan oleh Nasaruddin dalam pidatonya, ia mengajak para pejabat untuk
meninggalkan masa lalu yang penuh dengan penyimpangan dan beralih menuju era
baru yang transparan. Upaya untuk menanggulangi gratifikasi dan korupsi harus
dimulai dari individu, dan setiap langkah kecil yang diambil oleh pejabat
publik seperti penghulu ini memiliki dampak besar dalam membangun budaya kerja
yang lebih baik. Hal ini tidak hanya penting dalam konteks Kementerian Agama,
tetapi juga untuk seluruh sektor birokrasi yang ada di Indonesia, di mana
budaya gratifikasi dan korupsi seringkali merusak citra dan kinerja
pemerintahan.
Selain itu, menolak gratifikasi dan amplop juga menjadi langkah strategis
untuk memutus rantai budaya buruk yang sering kali meresap dalam setiap sistem.
Dalam banyak kasus, gratifikasi dianggap sebagai bagian dari budaya yang sudah
mengakar, terutama di lingkungan birokrasi. Namun, dengan contoh nyata yang
ditunjukkan oleh penghulu ini, masyarakat dapat melihat bahwa setiap individu
memiliki kekuatan untuk merubah sistem. Tindakan ini juga mendorong terciptanya
iklim birokrasi yang lebih bersih dan bebas dari praktik korupsi, yang pada
gilirannya akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi
pemerintahan. Ini menjadi contoh nyata bahwa perubahan itu dimulai dari diri
sendiri, dan setiap individu memiliki tanggung jawab untuk menciptakan
perubahan tersebut.
Tentu saja, perjuangan untuk membangun pemerintahan yang bersih dan
transparan masih memerlukan waktu dan upaya yang tidak sedikit. Namun, melalui
kisah-kisah seperti penghulu yang menolak amplop, kita dapat melihat bahwa
perubahan itu mungkin. Setiap langkah kecil yang diambil oleh individu dalam
birokrasi akan memberikan dampak besar bagi masa depan negara. Menolak
gratifikasi bukan hanya sebuah keputusan pribadi, tetapi juga merupakan
kontribusi terhadap terciptanya Indonesia yang lebih baik, di mana pejabat
publik benar-benar berfokus pada pelayanan kepada rakyat, bukan pada
kepentingan pribadi atau materi. Ini adalah langkah awal menuju masa depan
pemerintahan yang lebih berintegritas, yang pada akhirnya akan memperkuat
demokrasi dan memberikan kepercayaan kepada masyarakat.