Menuju Pemerintahan Bersih: Tantangan dan Harapan di Era Demokrasi Indonesia
Menuju Pemerintahan Bersih: Tantangan dan Harapan di Era Demokrasi
Indonesia
Kontributor
Sumarta
(Akang Marta)
Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam mewujudkan pemerintahan
yang bersih dan berintegritas, terutama dengan adanya praktik politik uang
dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan isu gratifikasi di berbagai
kementerian. Meskipun sistem demokrasi telah berkembang, praktik politik uang
masih menjadi penyakit kronis yang menggerogoti kualitas pemilu dan Pilkada.
Politik uang ini tidak hanya merusak proses demokrasi, tetapi juga memperburuk
ketimpangan sosial dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga
negara. Setiap tahunnya, kasus pelanggaran terkait politik uang selalu mencuat,
menunjukkan bahwa masih banyak yang belum memahami pentingnya memilih
berdasarkan kualitas calon, bukan dengan imbalan finansial. Selain itu, praktik
gratifikasi yang terjadi di kementerian-kementerian juga memperburuk citra
pemerintahan, di mana para pejabat tidak jarang terjebak dalam budaya menerima
suap atau gratifikasi dalam bentuk uang atau hadiah.
Namun, meskipun tantangan ini sangat besar, langkah-langkah yang diambil
oleh Menteri Agama, Nasaruddin Umar, memberikan secercah harapan. Dalam
pidatonya di Rapat Kerja Nasional Kementerian Agama 2024, Nasaruddin menegaskan
pentingnya meninggalkan tradisi pemberian amplop yang sudah membudaya. Ia juga
melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), sebuah langkah yang sangat berani dan menunjukkan komitmennya terhadap
integritas. Tindakan ini tidak hanya penting sebagai langkah simbolis untuk
menanggulangi budaya korupsi, tetapi juga sebagai contoh bagi pejabat lainnya
untuk berani menolak gratifikasi dan politik uang yang merusak. Langkah
Nasaruddin Umar ini menunjukkan bahwa perubahan bisa dimulai dari individu yang
memiliki tekad kuat untuk memperbaiki sistem yang ada.
Lebih lanjut, upaya Nasaruddin Umar untuk memperbaiki tata kelola
Kementerian Agama juga memberikan contoh konkret tentang bagaimana memperbaiki
sistem pemerintahan yang lebih transparan. Salah satu contoh penting adalah
upaya untuk memperbaiki penyelenggaraan ibadah haji pada 2025 dengan
berkonsultasi dengan Kejaksaan Agung dan KPK. Dalam hal ini, langkah-langkah
tersebut bukan hanya berfokus pada aspek administratif semata, tetapi juga pada
upaya untuk menghilangkan praktik penyalahgunaan wewenang, seperti pengalihan
kuota haji yang selama ini kerap menjadi sorotan publik. Dengan adanya
konsultasi dan pengawasan yang ketat, diharapkan penyelenggaraan haji ke depan
bisa berjalan lebih transparan dan adil. Langkah ini adalah contoh konkret
bagaimana upaya perbaikan bisa dimulai dari sebuah kementerian yang memiliki
potensi untuk mempengaruhi banyak orang, terutama di kalangan umat Islam.
Tentunya, langkah-langkah yang dilakukan oleh Nasaruddin Umar ini perlu
diikuti oleh pejabat lainnya di semua level pemerintahan. Jika para pejabat di
Indonesia dapat mengikuti jejak Nasaruddin dalam menanggulangi gratifikasi dan
menolak politik uang, maka masa depan Indonesia yang lebih transparan dan bebas
dari korupsi bukanlah sebuah mimpi belaka. Penting bagi setiap pejabat untuk
menyadari bahwa kepercayaan publik tidak akan tercipta hanya dengan kata-kata,
tetapi juga dengan tindakan nyata yang menunjukkan integritas dan komitmen
untuk melayani rakyat dengan jujur. Menanggulangi praktik-praktik buruk seperti
politik uang dan gratifikasi memerlukan keberanian, dan setiap individu yang
berada di posisi kekuasaan harus memiliki keberanian untuk menolak godaan
tersebut demi kepentingan publik.
Namun, penting juga untuk diingat bahwa membangun pemerintahan yang bersih
bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat. Masyarakat
memiliki peran yang sangat penting dalam mengawasi jalannya pemerintahan dan
menuntut transparansi serta akuntabilitas. Salah satu cara untuk meningkatkan
kesadaran ini adalah melalui edukasi politik yang menyeluruh, sehingga
masyarakat tidak mudah terjebak dalam politik uang dan bisa lebih memahami
pentingnya memilih berdasarkan kualitas calon dan bukan imbalan finansial.
Kesadaran ini harus terus ditumbuhkan, sehingga pada akhirnya, masyarakat dan
pemerintah dapat bersinergi untuk menciptakan sebuah sistem pemerintahan yang
bersih, adil, dan transparan. Dengan langkah bersama ini, Indonesia bisa menuju
era baru yang bebas dari korupsi dan lebih menghargai nilai-nilai demokrasi.