Pernikahan dan Warisan Cinta: Awal Mula Jejak Sejarah Syarif Hidayatullah
Pernikahan
dan Warisan Cinta: Awal Mula Jejak Sejarah Syarif Hidayatullah
Kontributor
Sumarta
(Akang Marta)
Pernikahan
antara Jeng Sultan Mesir dan Hajah Syarifah Mudaim, yang sebelumnya dikenal
sebagai Dewi Rara Santang, menjadi salah satu titik awal yang sangat penting
dalam sejarah Cirebon. Pernikahan yang sarat dengan nilai-nilai budaya dan
spiritual ini membawa makna yang mendalam bagi kedua belah pihak. Sultan Mesir,
sebagai simbol kekuasaan dan kehormatan di tanah Mesir, memberikan destar atau
ikat kepala pusaka kepada Cakrabuana, saudara Hajah Syarifah, yang diterima
dengan penuh rasa syukur. Destar tersebut bukan hanya sekadar hadiah, tetapi
juga sebuah simbol persatuan yang mengikat antara Mesir dan tanah Jawa,
sekaligus menjadi tanda kepercayaan yang tinggi. Cakrabuana, yang berperan
penting dalam sejarah Cirebon, membawa simbol ini kembali ke tanah Jawa, dengan
niat untuk melanjutkan pembangunan Cirebon sebagai pusat peradaban dan kekuatan
Islam. Melalui pernikahan ini, sebuah warisan yang sangat berharga diberikan
kepada generasi berikutnya, yang nantinya akan berperan besar dalam sejarah
perkembangan Cirebon.
Pada saat
pernikahan ini, Hajah Syarifah, yang melahirkan seorang putra di Mesir pada
tahun 1448 Masehi, menjadi pusat perhatian banyak pihak. Putra yang lahir dalam
suasana penuh kebahagiaan dan kedamaian ini kelak dikenal dengan nama Syarif
Hidayatullah. Sejak lahir, Syarif Hidayatullah sudah menunjukkan tanda-tanda
bahwa ia akan menjadi seorang pemimpin besar. Menurut kisah yang berkembang,
bayi yang baru lahir ini dibawa oleh ibunya untuk tawaf di sekitar Ka'bah di
Mekkah, simbol dari perjalanan spiritual yang akan menuntun hidupnya kelak.
Tawaf tersebut bukan hanya sebuah ritual agama, tetapi juga sebagai simbol
bahwa Syarif Hidayatullah akan menjadi seorang tokoh yang tidak hanya memiliki
pengetahuan agama yang luas, tetapi juga memiliki kepemimpinan yang bijaksana
dan penuh kebijaksanaan. Sejak saat itu, takdirnya seolah sudah digariskan
untuk memainkan peran penting dalam perjalanan sejarah Cirebon dan dunia Islam.
Kehadiran
Syarif Hidayatullah di dunia ini menjadi titik tolak bagi sejarah Cirebon yang
penuh dinamika. Sebagai anak dari pasangan yang berasal dari dua dunia yang
berbeda—Mesir dan Jawa—Syarif Hidayatullah dibesarkan dengan pemahaman yang
luas tentang budaya, agama, dan kekuasaan. Sebagai keturunan langsung dari
keluarga kerajaan Mesir, dia memiliki garis keturunan yang sangat dihormati,
sementara sebagai orang Jawa, ia juga dekat dengan tradisi dan kearifan lokal.
Sebagai seorang pemuda, Syarif Hidayatullah menunjukkan potensi besar dalam
bidang keagamaan dan pemerintahan, yang membuatnya dihormati di berbagai
kalangan. Perjalanan hidupnya yang dimulai dari tanah Mesir, dengan latar
belakang keluarga kerajaan, mengajarkannya tentang pentingnya keilmuan agama
dan kebijaksanaan dalam memimpin. Nilai-nilai ini nantinya menjadi pedoman
hidup Syarif Hidayatullah dalam menyebarkan Islam dan membangun masyarakat yang
adil dan makmur di Cirebon.
Dalam
perkembangan selanjutnya, Syarif Hidayatullah kembali ke tanah Jawa untuk
memulai misinya yang lebih besar. Ketika ia tiba di Cirebon, kota yang pada
waktu itu masih dalam tahap pembentukan, Syarif Hidayatullah melihat adanya
potensi besar untuk mengembangkan peradaban Islam di wilayah tersebut. Ia
memulai dakwahnya dengan pendekatan yang penuh kedamaian dan kebijaksanaan,
mengedepankan nilai-nilai agama yang tidak hanya membentuk spiritualitas,
tetapi juga membawa kemajuan bagi masyarakat. Melalui ajaran-ajarannya, Cirebon
mulai berkembang menjadi salah satu pusat peradaban Islam di Jawa. Salah satu
kontribusi pentingnya adalah pendirian pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan
Islam, yang memberikan pendidikan yang lebih baik bagi masyarakat Cirebon dan
sekitarnya. Tak hanya itu, ia juga berperan dalam mendirikan kerajaan Cirebon
yang mengedepankan prinsip-prinsip Islam dalam tata pemerintahan.
Sebagai
seorang pemimpin spiritual dan pemerintahan yang bijaksana, Syarif Hidayatullah
tidak hanya meninggalkan warisan agama yang kuat, tetapi juga menanamkan
nilai-nilai moral dan etika yang mendalam. Warisan inilah yang kemudian
menjadikan Cirebon sebagai pusat peradaban yang dihormati di Jawa dan
Nusantara. Melalui kehidupan dan perjuangannya, Syarif Hidayatullah berhasil
menyatukan dua kekuatan besar, yaitu kekuatan spiritual Islam dan kekuatan budaya
lokal Jawa. Sebagai keturunan dari keluarga kerajaan Mesir, ia mewarisi
kekuatan simbolis yang kuat, yang dijadikan sebagai dasar untuk membangun
kerajaan yang adil dan sejahtera. Perjalanan hidupnya, yang dimulai dari
pernikahan yang penuh makna, dan dilanjutkan dengan kelahiran serta pendidikan
spiritual di tanah suci, telah menjadi bagian dari sejarah panjang Cirebon,
yang tak akan terlupakan hingga hari ini.