Pesan untuk Pendukung dan Harapan Masa Depan
Pesan untuk Pendukung dan Harapan Masa Depan
Kandidat
ini memulai pesan kepada pendukungnya dengan menekankan pentingnya menjaga
integritas dalam perjuangan politik. Ia percaya bahwa integritas bukan hanya
nilai moral, tetapi juga fondasi yang memperkuat kepercayaan antara pemimpin
dan masyarakat. Perspektif ini sejalan dengan teori etika keutamaan
Aristoteles, yang menekankan pentingnya karakter moral dalam tindakan individu
(Aristoteles, 2004). Dalam konteks Pilkada, ia mengingatkan bahwa integritas
adalah aset yang tidak dapat digantikan oleh strategi politik apa pun.
Selain
integritas, kandidat ini juga menekankan pentingnya pengawasan selama proses
Pilkada. Menurutnya, pengawasan yang ketat dari masyarakat dapat mencegah
kecurangan dan menjaga demokrasi tetap berjalan sesuai prinsipnya. Hal ini
sesuai dengan teori kontrak sosial John Locke, yang menyatakan bahwa masyarakat
memiliki peran aktif dalam memastikan bahwa pemerintah atau proses politik
berjalan dengan adil (Locke, 1980). Ia mengajak para pendukung untuk memantau
setiap tahap Pilkada dengan penuh tanggung jawab.
Kandidat
ini juga mengingatkan bahwa hasil Pilkada seharusnya diterima dengan lapang
dada sebagai bagian dari kehendak Tuhan. Ia mengutip konsep ikhlas dalam agama,
yang mengajarkan pentingnya menerima segala hasil dengan penuh keimanan.
Pandangan ini selaras dengan konsep tawakkul yang diajarkan oleh
Al-Ghazali, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah setelah melakukan usaha
maksimal (Al-Ghazali, 2001). Dengan sikap ini, ia berharap pendukungnya tidak
merasa kecewa berlebihan terhadap hasil yang mungkin terjadi.
Ia juga
menyampaikan bahwa perjuangan politik bukan hanya soal memenangkan Pilkada,
tetapi juga tentang meninggalkan warisan yang bermakna bagi masyarakat.
Baginya, warisan ini dapat berupa pemikiran, program, atau nilai-nilai yang
memperkaya kehidupan sosial. Dalam konteks ini, kandidat mengacu pada teori legacy
leadership, yang menekankan pentingnya memberikan dampak jangka panjang
bagi komunitas atau organisasi yang dipimpin (Grady & Johnson, 2017).
Melalui
warisan yang ia tinggalkan, kandidat ini berharap dapat memberikan kontribusi
yang bermanfaat bagi masyarakat, baik di tingkat lokal maupun nasional. Ia
mengungkapkan bahwa setiap langkah dalam perjuangan politiknya didasarkan pada
keinginan untuk menciptakan perubahan positif. Pandangan ini mencerminkan teori
perubahan sosial Emile Durkheim, yang menyatakan bahwa individu memiliki peran
penting dalam membentuk dinamika masyarakat melalui tindakan kolektif
(Durkheim, 1984).
Ia juga
menekankan pentingnya harapan dalam setiap perjuangan. Menurutnya, harapan
adalah motivasi utama yang mendorong seseorang untuk terus berjuang, meskipun
menghadapi banyak rintangan. Hal ini sesuai dengan teori psikologi positif
Martin Seligman, yang menyebutkan bahwa harapan dapat meningkatkan kemampuan
individu untuk menghadapi tantangan dengan optimisme dan daya tahan (Seligman,
2002). Dengan menanamkan harapan, ia ingin memberikan semangat baru kepada
pendukungnya.
Kandidat
ini percaya bahwa perjuangan politik yang dilakukan dengan niat baik akan
memberikan dampak yang luas, bahkan melampaui batas-batas wilayah. Ia berharap
bahwa pesan-pesannya tidak hanya menginspirasi warga Jakarta, tetapi juga
seluruh rakyat Indonesia. Dalam konteks ini, ia mengacu pada teori globalisasi
Anthony Giddens, yang menyatakan bahwa ide dan nilai dari satu wilayah dapat
menyebar dan memengaruhi komunitas global (Giddens, 1991).
Ia juga
mengajak pendukungnya untuk menjadikan perjuangan politik ini sebagai momentum
pembelajaran. Baginya, setiap proses dalam Pilkada adalah pelajaran berharga
yang dapat meningkatkan kualitas demokrasi di masa depan. Pendekatan ini
relevan dengan teori pembelajaran Dewey, yang menekankan pentingnya pengalaman
sebagai sarana pembelajaran untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik
(Dewey, 1938). Dengan demikian, Pilkada dianggap sebagai kesempatan untuk
memperbaiki sistem politik.
Selain
itu, kandidat ini menggarisbawahi pentingnya kebersamaan dalam mencapai tujuan
bersama. Menurutnya, persatuan dan solidaritas adalah kunci untuk menghadapi
tantangan politik yang kompleks. Pandangan ini mencerminkan teori solidaritas
sosial oleh Durkheim, yang menekankan bahwa kekuatan suatu masyarakat terletak
pada kemampuan individunya untuk bekerja sama demi kebaikan bersama (Durkheim,
1984). Ia berharap pendukungnya tetap bersatu, apa pun hasil Pilkada.
Ia juga
berbicara tentang tanggung jawab moral seorang pemimpin untuk menciptakan
perubahan positif. Baginya, seorang pemimpin harus memiliki visi yang jelas dan
kemampuan untuk mewujudkan visi tersebut demi kepentingan masyarakat. Hal ini
sejalan dengan teori kepemimpinan transformasional oleh Bass dan Riggio (2006),
yang menekankan bahwa pemimpin yang efektif mampu menginspirasi pengikutnya
untuk mencapai tujuan yang lebih besar. Dengan demikian, ia berkomitmen untuk
menjadi pemimpin yang dapat diandalkan.
Dalam
penutupnya, kandidat ini menekankan bahwa perjuangan politik bukan hanya
tentang dirinya, tetapi juga tentang masa depan bangsa. Ia mengingatkan bahwa
setiap tindakan yang dilakukan hari ini akan memiliki dampak jangka panjang.
Perspektif ini sejalan dengan teori intergenerational equity, yang
menekankan pentingnya memastikan bahwa keputusan saat ini tidak merugikan
generasi mendatang (Rawls, 1971). Dengan pandangan ini, ia berharap dapat
menciptakan perubahan yang berkelanjutan.
Kandidat
ini menyampaikan harapannya agar perjuangan politik ini menjadi awal dari
sesuatu yang lebih besar. Ia percaya bahwa setiap langkah kecil yang dilakukan
dengan niat baik dapat membawa perubahan signifikan di masa depan. Dengan
semangat ini, ia mengajak masyarakat untuk terus berkontribusi demi menciptakan
bangsa yang lebih adil, makmur, dan berdaulat. Harapan ini mencerminkan visi
optimis yang didasarkan pada kepercayaan kepada Tuhan dan kekuatan kolektif
masyarakat.
Kontributor
Sumarta
Indramayutradisi.com
Referensi:
·
Al-Ghazali. (2001). The Alchemy of Happiness.
London: Kazi Publications.
·
Aristoteles. (2004). Nicomachean Ethics.
Cambridge: Cambridge University Press.
·
Bass, B. M., & Riggio, R. E. (2006). Transformational
Leadership. Mahwah: Lawrence Erlbaum.
·
Dewey, J. (1938). Experience and Education.
New York: Macmillan.
·
Durkheim, E. (1984). The Division of Labor in
Society. New York: Free Press.
·
Giddens, A. (1991). The Consequences of
Modernity. Stanford: Stanford University Press.
·
Grady, M. L., & Johnson, D. L. (2017). Leadership
Legacy: How Leaders Translate Their Values into Lasting Influence. Rowman
& Littlefield.
·
Locke, J. (1980). Second Treatise of Government.
Indianapolis: Hackett Publishing.
·
Official iNews. (28 November 2024) Sebut Skenario Tuhan, Dharma Pongrekun
Puji Pramono-Rano Penolong. https://www.youtube.com/@OfficialiNews
·
Rawls, J. (1971). A Theory of Justice.
Cambridge: Harvard University Press.
·
Seligman, M. E. P. (2002). Authentic Happiness.
New York: Free Press.