Refleksi Akhir: Politik sebagai Cermin Bangsa
Refleksi Akhir: Politik sebagai Cermin Bangsa
Politik
mencerminkan wajah bangsa, baik dari segi kepemimpinan maupun perilaku
masyarakatnya. Dalam dialog ini, politik dipahami bukan semata sebagai arena
persaingan, tetapi juga sebagai sarana introspeksi bagi semua pihak. Kandidat
ini menekankan bahwa Pilkada Jakarta adalah momentum untuk melihat bagaimana
rakyat mampu memilih pemimpin yang tidak hanya berjanji, tetapi juga bertindak.
Perspektif ini selaras dengan gagasan John Dewey tentang demokrasi sebagai
bentuk pembelajaran kolektif yang melibatkan partisipasi aktif dari semua
elemen masyarakat (Dewey, 1938).
Pilkada
Jakarta dianggap sebagai panggung besar demokrasi Indonesia yang menunjukkan
pentingnya keterlibatan masyarakat dalam proses politik. Kandidat ini berharap
bahwa rakyat mampu memilih dengan bijak berdasarkan visi dan program, bukan
janji kosong. Pandangan ini sejalan dengan teori kontrak sosial Jean-Jacques
Rousseau, yang menekankan bahwa rakyat memegang kedaulatan dan berhak memilih
pemimpin yang benar-benar melayani mereka (Rousseau, 1762).
Ia juga
mencatat bahwa politik yang sehat seharusnya menjadi alat untuk membangun
bangsa, bukan sekadar perebutan kekuasaan. Ia mengkritik praktik politik
transaksional yang merusak esensi demokrasi dan merugikan masyarakat dalam
jangka panjang. Hal ini mencerminkan pentingnya etika dalam politik,
sebagaimana ditekankan oleh Aristoteles dalam Nicomachean Ethics, di
mana kepemimpinan yang baik harus dilandasi oleh kebajikan (Aristoteles, 2004).
Selain
itu, kandidat ini memandang bahwa Pilkada bukan hanya ujian bagi para kandidat,
tetapi juga bagi masyarakat sebagai pemilih. Ia mengingatkan bahwa keputusan
yang diambil oleh rakyat hari ini akan berdampak besar pada masa depan bangsa.
Dalam konteks ini, Pilkada berfungsi sebagai cerminan kesadaran politik masyarakat,
yang sesuai dengan gagasan Antonio Gramsci tentang hegemoni dan pentingnya
pendidikan politik untuk meningkatkan kesadaran masyarakat (Gramsci, 1971).
Kandidat
ini juga menekankan pentingnya visi jangka panjang dalam politik. Ia berharap
bahwa setiap pemimpin yang terpilih mampu melihat melampaui masa jabatan mereka
dan fokus pada pembangunan berkelanjutan. Pandangan ini mendukung teori intergenerational
equity oleh John Rawls, yang menyatakan bahwa kebijakan hari ini harus
mempertimbangkan dampaknya bagi generasi mendatang (Rawls, 1971).
Dalam
refleksi ini, ia mencatat bahwa politik yang berhasil adalah politik yang
mengedepankan kesejahteraan bersama, bukan hanya kepentingan individu atau
kelompok tertentu. Ia mengajak masyarakat untuk mengutamakan nilai-nilai
keadilan sosial dalam menentukan pilihan mereka. Hal ini sejalan dengan teori
keadilan sosial oleh Michael Walzer, yang menekankan distribusi sumber daya dan
peluang secara adil sebagai tujuan utama politik (Walzer, 1983).
Pentingnya
integritas dalam kepemimpinan juga menjadi salah satu poin yang ditekankan.
Kandidat ini menyatakan bahwa pemimpin yang baik harus memiliki karakter yang
dapat dipercaya dan bertindak sesuai dengan prinsip moral yang tinggi.
Perspektif ini mengacu pada teori etika kepemimpinan oleh Bass dan Riggio, yang
menyatakan bahwa integritas adalah elemen kunci dalam membangun kepercayaan
antara pemimpin dan pengikutnya (Bass & Riggio, 2006).
Ia juga
berbicara tentang harapan besar bagi masyarakat untuk terlibat aktif dalam
pengawasan politik, terutama dalam proses Pilkada. Ia percaya bahwa partisipasi
aktif masyarakat dapat mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam
pemerintahan. Hal ini mencerminkan gagasan Habermas tentang ruang publik, di
mana masyarakat memiliki peran penting dalam mengawasi dan mengkritisi
kebijakan pemerintah (Habermas, 1991).
Menurutnya,
Pilkada juga menjadi kesempatan untuk memperkuat persatuan bangsa. Ia
mengingatkan bahwa meskipun ada perbedaan pandangan, masyarakat harus tetap
bersatu demi tujuan bersama. Perspektif ini mendukung teori solidaritas sosial
oleh Emile Durkheim, yang menekankan bahwa kekuatan suatu masyarakat terletak
pada kemampuan individunya untuk bekerja sama demi kebaikan bersama (Durkheim,
1984).
Kandidat
ini juga mengingatkan bahwa politik adalah cerminan karakter bangsa. Ia
menekankan pentingnya menjaga moralitas dalam setiap aspek politik, baik oleh
pemimpin maupun masyarakat. Hal ini selaras dengan konsep etika publik yang
diajukan oleh Immanuel Kant, di mana tindakan politik harus didasarkan pada
prinsip universal yang dapat diterima oleh semua pihak (Kant, 1785).
Sebagai
penutup, ia menyampaikan harapannya agar Pilkada Jakarta menjadi pelajaran
berharga bagi semua pihak. Ia percaya bahwa setiap proses demokrasi adalah peluang
untuk memperbaiki diri dan menciptakan masa depan yang lebih baik. Pandangan
ini mencerminkan optimisme politik, yang menekankan bahwa perubahan selalu
mungkin terjadi melalui partisipasi aktif masyarakat (Dahl, 1989).
Dengan
pandangan yang optimis, kandidat ini berharap bahwa politik Indonesia ke depan
akan lebih berfokus pada kepentingan rakyat. Ia mengajak masyarakat untuk terus
terlibat dalam politik dengan sikap kritis dan konstruktif. Baginya, masa depan
bangsa ada di tangan rakyat yang mampu memilih dengan bijak dan penuh tanggung
jawab.
Kontributor
Sumarta
Indramayutradisi.com
Referensi:
·
Aristoteles. (2004). Nicomachean Ethics.
Cambridge: Cambridge University Press.
·
Bass, B. M., & Riggio, R. E. (2006). Transformational
Leadership. Mahwah: Lawrence Erlbaum.
·
Dahl, R. A. (1989). Democracy and Its Critics.
New Haven: Yale University Press.
·
Dewey, J. (1938). Experience and Education.
New York: Macmillan.
·
Durkheim, E. (1984). The Division of Labor in
Society. New York: Free Press.
·
Gramsci, A. (1971). Selections from the Prison
Notebooks. New York: International Publishers.
·
Habermas, J. (1991). The Structural
Transformation of the Public Sphere. Cambridge: MIT Press.
·
Kant, I. (1785). Groundwork for the Metaphysics
of Morals. New York: Harper & Row.
·
Official iNews. (28 November 2024) Sebut Skenario Tuhan, Dharma Pongrekun
Puji Pramono-Rano Penolong. https://www.youtube.com/@OfficialiNews
·
Rawls, J. (1971). A Theory of Justice.
Cambridge: Harvard University Press.
·
Rousseau, J. J. (1762). The Social Contract.
London: Penguin.
·
Walzer, M. (1983). Spheres of Justice: A Defense
of Pluralism and Equality. New York: Basic Books.