Santri, Makruh, dan Tafsir: Menjaga Keagungan Ilmu Agama di Tengah Godaan Pemahaman Pribadi
Santri,
Makruh, dan Tafsir: Menjaga Keagungan Ilmu Agama di Tengah Godaan Pemahaman
Pribadi
Penulis
Sumarta
(Akang Marta)
Dalam
konteks diskursus keagamaan, khususnya di kalangan santri, pemahaman terhadap
istilah-istilah tertentu dalam syariat Islam sangat penting untuk dijaga. Salah
satu istilah yang sering menjadi bahan pembahasan adalah "makruh,"
yang dalam kajian klasik Islam memiliki makna yang dapat bervariasi tergantung
pada konteks penggunaannya. Pada masa awal Islam, makruh merujuk pada sesuatu
yang sangat dibenci dan bahkan bisa berada di atas haram dalam beberapa
situasi. Namun, seiring berjalannya waktu, terutama dalam tradisi fikih, makruh
dipahami sebagai tindakan yang sebaiknya dihindari, namun tidak sampai mengarah
pada dosa besar. Pemahaman yang keliru atau terdistorsi terhadap istilah ini
dapat mengarah pada perilaku yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Oleh karena
itu, penting bagi santri dan umat Islam pada umumnya untuk memahami makruh
dalam konteks yang tepat agar tidak salah dalam bertindak atau mengambil
keputusan dalam kehidupan sehari-hari.
Tafsir
sebagai ilmu penafsiran teks-teks agama juga memegang peranan penting dalam
menjaga kesakralan ajaran Islam. Terkadang, penyimpangan dalam pemahaman
terhadap istilah seperti makruh terjadi akibat adanya tafsir yang tidak sesuai
dengan sanad yang jelas atau otoritas ulama yang terpercaya. Dalam tradisi
Islam, tafsir tidak boleh dipahami secara sembarangan atau hanya berdasarkan
interpretasi pribadi tanpa merujuk pada sumber-sumber yang sahih dan telah
melalui proses ijtihad yang mendalam. Tafsir yang dilakukan oleh seorang santri
atau umat Islam harus berlandaskan pada pemahaman yang kuat terhadap teks, baik
itu Al-Qur'an maupun hadits, serta menggunakan metode yang telah diterima dalam
tradisi Islam. Oleh karena itu, proses memahami teks-teks agama memerlukan
kedalaman ilmu dan kehati-hatian agar tidak terjadi penafsiran yang keliru yang
dapat menyesatkan pemahaman umat.
Santri
sebagai pewaris tradisi ilmiah dalam dunia Islam memiliki tanggung jawab besar
dalam menjaga kemurnian ajaran agama. Mereka harus mampu memahami ilmu agama
secara mendalam dan tidak mudah terpengaruh oleh pemahaman yang hanya
berdasarkan opini pribadi atau kelompok tertentu. Pendidikan pesantren sebagai
tempat pembelajaran agama harus mengedepankan keilmuan yang berlandaskan pada
sanad yang jelas, agar setiap pemahaman dan tafsir yang berkembang di kalangan
santri dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, santri juga harus dilatih untuk
berpikir kritis dalam menerima dan mengaplikasikan ilmu agama, agar tidak mudah
terjerumus dalam pemahaman yang sesat atau salah tafsir. Dengan pemahaman yang
benar, santri dapat menjaga keagungan ilmu agama dan tidak terpengaruh oleh
godaan pemahaman pribadi yang bisa mengarah pada pemahaman yang menyimpang dari
esensi ajaran Islam.
Pentingnya
menjaga kesakralan ilmu agama juga tercermin dalam upaya untuk menjaga dan
memperbaiki tafsir yang berkembang di kalangan umat Islam. Ketika makruh atau
istilah-istilah lain dalam syariat dijelaskan, penafsiran harus disesuaikan
dengan konteks sejarah dan kondisi sosial pada masa itu, serta menjaga hubungan
erat dengan tujuan syariat (maqashid syariah). Sebuah tafsir tidak hanya perlu
menyampaikan pemahaman yang sesuai dengan teks, tetapi juga harus memperhatikan
kondisi sosial yang berkembang agar dapat memberikan solusi yang relevan bagi
umat Islam di masa kini. Oleh karena itu, para ulama dan santri harus bekerja
sama dalam memastikan bahwa tafsir yang diajarkan tetap mencerminkan
prinsip-prinsip dasar Islam dan memberikan arah yang benar bagi umat Islam
dalam menghadapi tantangan zaman.
Namun, di
tengah godaan pemahaman pribadi yang sering kali muncul dalam masyarakat, kita
perlu berhati-hati dalam mengaplikasikan pemahaman terhadap istilah seperti
makruh. Kesalahpahaman terhadap istilah ini bisa menyebabkan perbedaan pendapat
yang berlarut-larut, yang pada akhirnya bisa menimbulkan perpecahan di kalangan
umat Islam. Oleh karena itu, sangat penting bagi para santri untuk tidak hanya
mengandalkan pemahaman yang terbatas, tetapi untuk selalu merujuk pada
karya-karya ulama besar yang telah terbukti keilmuannya. Dengan cara ini,
mereka dapat memastikan bahwa pemahaman mereka sesuai dengan ajaran Islam yang
murni dan tidak terdistorsi oleh pandangan pribadi yang tidak memiliki dasar
yang jelas.
Akhirnya,
untuk menjaga kesakralan ilmu agama dan menjaga pemahaman yang benar terhadap
istilah-istilah syariat, umat Islam harus terus meningkatkan keilmuan dan
kedalaman pengetahuan mereka. Bagi para santri, ini berarti merujuk pada
literatur dan tafsir yang sahih, mengikuti metodologi ilmiah yang diakui dalam
dunia Islam, dan menghindari pemahaman yang sempit atau terlalu literal. Dengan
cara ini, mereka dapat memastikan bahwa ajaran Islam tetap relevan dan tetap
dijaga kesuciannya di tengah perubahan zaman. Pemahaman yang benar akan
membimbing umat Islam untuk menjalankan ajaran agama dengan lebih baik dan
menghindari pemahaman yang menyesatkan yang bisa merusak keharmonisan dalam
kehidupan beragama.
Referensi
- al-Tabari, J. (2001). Tafsir
al-Tabari (Vol. 1). Dar al-Fikr.
- al-Ghazali, A. (2004). Ihya'
Ulum al-Din. Dar al-Maktabah al-‘Asriyyah.
- al-Qardawi, Y. (1999). Fiqh
al-Zakat: A Comparative Study of Zakat Legislation and Practice Among
Muslim Societies. Dar al-Taqwa.