Kehidupan Sulit di Pinggiran Bekasi: Janda, Pengangguran, dan Janji Bantuan yang Tak Kunjung Tiba
Kehidupan Sulit di Pinggiran Bekasi: Janda, Pengangguran, dan Janji
Bantuan yang Tak Kunjung Tiba
![]() |
Gubernur Jawa Bart Terpilih Kang Dedi Mulyadi Satu
Gubuk Reyot Di Tanah Negara Diisi 15 Orang | Kisah Pilu Warga Babelan
Sumber: Youtube Kang Dedi Mulyadi Channel |
INDRAMAYUTRADISI.COM - Di tengah hiruk-pikuk
pembangunan dan gemerlapnya kota metropolitan, masih terselip kisah-kisah pilu
tentang kehidupan warga pinggiran. Di sebuah kawasan rawan banjir di Bekasi,
seorang pejabat daerah menemukan potret kehidupan yang memprihatinkan. Janda,
pengangguran, dan janji bantuan yang tak kunjung tiba, menjadi bagian dari
keseharian mereka.
Di salah satu rumah yang berdiri di atas tanah
negara, 15 orang berbagi atap yang sama. Mereka adalah keluarga besar yang
hidup dalam kondisi serba kekurangan. Seorang ibu berstatus janda, ditinggalkan
suami yang menikah lagi, harus berjuang menghidupi anaknya seorang diri. Di
rumah yang sama, ada pula seorang pemuda yang menganggur, belum memiliki pekerjaan
tetap.
"Suami saya kawin lagi, ninggalin saya sama
anak saya," ujar ibu tersebut dengan suara lirih.
Kondisi ekonomi keluarga ini sangat
memprihatinkan. Mereka hanya mengandalkan penghasilan dari pekerjaan serabutan
yang tidak menentu. Kadang-kadang, mereka patungan untuk membeli beras dan
lauk-pauk. Sebagian dari mereka bekerja sebagai kuli atau penjual tahu dengan
penghasilan yang pas-pasan.
"Kami patungan, kadang-kadang sore kerja,
pagi makan. Sore kerja lagi, makan lagi," jelas ibu tersebut.
Di tengah kesulitan ekonomi, mereka masih harus
menghadapi ancaman banjir yang selalu menghantui. Setiap kali hujan deras,
rumah mereka terendam air hingga setinggi dada orang dewasa. Mereka terpaksa
mengungsi ke tempat yang lebih aman untuk sementara waktu.
"Kalau banjir, airnya bisa sampai segini
(menunjuk dada). Kita terpaksa ngungsi," ujar ibu tersebut.
Pejabat daerah yang melakukan inspeksi prihatin
dengan kondisi keluarga ini. Ia berjanji akan memberikan bantuan untuk
meringankan beban mereka. Salah satu bantuan yang dijanjikan adalah modal usaha
untuk seorang pemuda yang ingin berjualan sayur.
"Kamu bisa dagang sayur kan? Nanti saya
kasih modal Rp3 juta," ujar pejabat tersebut.
Selain itu, pejabat tersebut juga berjanji akan
memberikan bantuan logistik, seperti beras dan minyak goreng, untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari keluarga ini. Ia juga berjanji akan mengupayakan
pembangunan rumah panggung untuk mengatasi masalah banjir.
"Ini kan tanah negara, nanti kita bangunin
rumah panggung. Mau nggak rumahnya panggung?" tanya pejabat tersebut.
Namun, di tengah janji-janji manis tersebut,
ada keraguan yang terselip di hati warga. Mereka sudah sering mendengar
janji-janji serupa, tetapi bantuan yang dijanjikan tak kunjung tiba.
"Sudah sering ada yang datang, janji mau
bantu. Tapi sampai sekarang belum ada bantuan yang datang," ujar salah
seorang warga.
Selain masalah bantuan untuk warga, pejabat
daerah tersebut juga menyoroti lambatnya pengerjaan proyek normalisasi sungai
di wilayah tersebut. Ia menemukan bahwa alat-alat berat yang sebelumnya bekerja
di lokasi tersebut sudah tidak ada lagi.
"Ini proyeknya kok nggak ada yang kerja?
Alat-alatnya pada ke mana?" tanya pejabat tersebut kepada seorang petugas
proyek.
Petugas proyek menjelaskan bahwa alat-alat
berat tersebut dipindahkan ke lokasi lain karena ada pekerjaan yang lebih
mendesak. Namun, ia berjanji akan segera mengembalikan alat-alat tersebut ke
lokasi semula.
Pejabat daerah tersebut meminta agar pengerjaan
proyek normalisasi sungai segera dipercepat. Ia khawatir jika proyek ini terus
tertunda, banjir akan kembali melanda wilayah tersebut. Ia juga meminta agar
tanggul sementara segera dibangun untuk mencegah luapan air sungai.
"Ini harus segera dikerjakan. Jangan sampai
nanti banjir lagi," tegas pejabat tersebut.
Kisah keluarga ini dan lambatnya pengerjaan
proyek normalisasi sungai adalah potret buram kehidupan di pinggiran kota.
Mereka adalah bagian dari masyarakat yang terpinggirkan, yang membutuhkan
perhatian dan bantuan dari pemerintah. Mereka adalah bukti bahwa masih banyak
pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Editor
Sumarta